MAKALAH KONFLIK
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : LANDASAN TEORI
BAB III : PENERAPAN DITEMPAT KERJA
BAB IV : PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya
Tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
BAB II
LANDASAN TEORI
Definisi konflik
Ada beberapa
pengertian konflik menurut beberapa ahli.
- Menurut Taquiri dalam Newstorm
dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh
berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau
lebih pihak secara berterusan.
- Menurut Gibson, et al (1997:
437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing –
masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
- Menurut Robbin (1996),
keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi
maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika
mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
- Dipandang sebagai perilaku,
konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang
sangat dekat hubungannya dengan stres.
- Menurut Minnery (1985), Konflik
organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama
lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan
tujuan.
- Konflik dalam organisasi sering
terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan
respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya
pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
- Konflik merupakan ekspresi
pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok
lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan
adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan,
diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
- Konflik dapat dirasakan,
diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger
& Poole: 1984).
- Konflik senantisa berpusat pada
beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber –
sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap
pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart,
1993:341).
- Interaksi yang disebut
komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat
disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
(Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin
(1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi
berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga
bagian, antara lain:
- Pandangan tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang
buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik
disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang
buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan
kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
- Pandangan hubungan manusia (The
Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau
organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari
karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan
atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan
sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi
untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
- Pandangan interaksionis (The
Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok
atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi
yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut
pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap
semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan
Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
- Pandangan tradisional.
Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini
disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian
tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal,
konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan
manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan
ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
- Pandangan modern. Konflik tidak
dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur
organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya.
Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika
terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola
konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan
bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain
pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan
dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
- Dalam pandangan tradisional,
konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari.
Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai
faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali
konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik
secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik,
pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau
organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh
karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
- Pandangan kontemporer mengenai
konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang
tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun,
yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi
bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan
antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai
suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu
hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk
membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan
kinerja organisasi.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
- Konflik terjadi karena adanya
interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin
mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik
berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah
suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu
secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu,
pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara
verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut
muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan,
1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya
saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga
diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak
diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
- Konflik tidak selamanya
berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart
& Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi
sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi.
Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan
pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang
terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik
yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan
bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi
kembali.
Teori-teori konflik
Ada tiga
teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C.
Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx,
yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott,
yaitu tentang Patron Klien.
penyebab konflik
- Perbedaan individu, yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya,
setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang
nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam
waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan
dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap
sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan
kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial
di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok
atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya.
Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta
volume usaha mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah
yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4
macam :
- Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya
antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
- Konflik antara
kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
- Konflik kelompok terorganisir
dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
- Koonflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara)
- Konflik antar atau tidak antar
agama
- Konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari
sebuah konflik adalah sebagai berikut :
- meningkatkan solidaritas sesama
anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.
- keretakan hubungan antar
kelompok yang bertikai.
- perubahan kepribadian pada
individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
- kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia.
- dominasi bahkan penaklukan
salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar
teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan
respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap
hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini
akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
- Pengertian yang tinggi untuk
hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan
keluar yang terbaik.
- Pengertian yang tinggi untuk
hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
- Pengertian yang tinggi untuk
hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
"kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
- Tiada pengertian untuk kedua
belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
BAB III
PENERAPAN DITEMPAT KERJA
BAB IV
PENUTUP